Senin, 19 April 2010

Sejarah Mobrig (Mobile Brigade)

Brimob pertama-tama terbentuk dengan nama Pasukan Polisi Istimewa. Kesatuan ini pada mulanya diberikan tugas untuk melucuti senjata tentara Jepang, melindungi kepala negara, dan mempertahankan ibukota. Brimob turut berjuang dalam pertempuran 10 November 1945 di Surabaya. Di bawah pimpinan Inspektur Polisi I Moehammad Jasin, Pasukan Polisi Istimewa ini memelopori pecahnya pertempuran 10 November melawan Tentara Sekutu brimob merupakan kesatuan paling pertama di Indonesia, pada mas penjajahan Jepang Brimob dikenal dengan sebutan Tokubetsu kaesatsutai.

Pada 14 November 1946 Perdana Menteri Sutan Sjahrir membentuk Mobile Brigade (Mobrig) sebagai ganti Pasukan Polisi Istimewa. Tanggal ini ditetapkan sebagai hari jadi Korps Baret Biru. Pembentukan Mobrig ini dimaksudkan Sjahrir sebagai perangkat politik untuk menghadapi tekanan politik dari tentara dan sebagai pelindung terhadap kudeta yang melibatkan satuan-satuan militer.

Masa revolusi ketika masih bernama Pasukan Polisi Istimewa, Brimob turut terlibat langsung dalam pertempuran 10 November 1945 di Surabaya yang terkenal heroik itu. Dipimpin Inspektur Polisi I Moehammad Jasin (sekarang letjen pol (purn), Pasukan Polisi Istimewa memelopori pecahnya pertempuran 10 November melawan tentara sekutu. Kesaksian ini diakui Jenderal TNI (Purn) Sidarto bahwa tanpa peranan Pasukan Polisi Istimewa tidak akan ada 10 November 1945.

Kesaksian ini seperti dimuat dalam tulisan H. Moehammad Jasin, berjudul Dharma Bhakti Seorang Pejuang

Pada 14 November 1946 sebutan Pasukan Polisi Istimewa berganti menjadi Mobil Brigade (mobrig), di mana tanggal dan bulan tersebut ditetapkan sebagai hari jadinya. Kemudian sejak 1 Agustus 1947 mobrig dimiliterisasikan.



Tugas pengabdian

Mobil Brigade di bawah pimpinan Moehammad Jasin yang pada revolusi kemerdekaan bermarkas besar di Jawa Timur, selalu hadir dalam tiap tugas pengabdian terutama di bidang pertahanan dan keamanan negara (hankamneg).

Lepas dari kancah revolusi, mobrig harus berhadapan dengan para pemberontak bangsa sendiri. Sebagai satuan penggempur dari polri, mobrig yang ketika itu dipimpin Moehammad Jasin dan Inspektur Polisi II Imam Bachri (mantan Kadapol XIII Kalra di Banjarmasin awal 1970-an dengan pangkat brigjen pol) pada tahun 1948 bersama pasukan TNI berhasil gemilang menumpas pemberontakan PKI-Musso di Madiun dan di Blitar Selatan dalam Operasi Trisula.

Begitu pula tatkala gembong separatis DI/TII SM Kartosiwiryo memproklamirkan Negara Islam Indonesia pada 7 Agustus 1948, kompi-kompi tempur mobrig dikirim ke Jawa Tengah dan Jawa Barat. Tahun 1953 di Sulawesi Selatan dan Aceh satuan mobrig juga menumpas habis DI/TII bentukan Khar Muzakar dan Daud Beureueh.

Pemberontakan separatis DI/TII bertahan cukup lama. Baru setelah digelar Operasi RO, Operasi Bratayuda, Operasi Pamungkas dan Operasi Pertahanan Rakyat (Pagar Betis) pemberontakan tersebut berakhir dengan tertangkapnya Kartosuwiryo sekitar tahun 1962 dan tertembak matinya Kahar Muzakar pada 3 Februari 1965.

Dalam situasi politik yang tidak stabil pada tahun 1950-an yang berpengaruh besar terhadap organisasi militer dan kemudian melahirkan kekacauan-kekacauan nasional oleh beberapa kelompok separatis bersenjata, satuan-satuan mobrig yang selalu setia kepada pemerintah yang sah secara aktif turut melakukan penumpasan dan pengamanan di berbagai daerah di tanah air.

Misalnya awal tahun 1950 di mana pasukan APRA yang dipimpin Kapten Raymond Westerling menyerbu kota Bandung, empat kompi mobrig dikirim untuk menumpasnya. April 1950 manakala Andi Azis beserta pengikutnya dinyatakan sebagai pemberontak di Sulawesi Selatan, mobrig dan pasukan TNI diturunkan untuk menyelesaikannya. Kemudian ketika Soumokil memproklamirkan berdirinya RMS pada 23 April 1950, kompi-kompi tempur mobrig kembali ditugaskan menumpasnya.

Pengabdian mobrig melaksanakan tugas negara tidak pernah surut. Sekitar 1953, di Kalimantan Selatan satuan mobrig dikerahkan untuk memadamkan pemberontakan rakyat pimpinan Ibnu Hajar. Dan ketika Sumatera dikejutkan oleh hadirnya PRRI pada 15 Februari 1958 dengan Syafruddin Prawiranegara sebagai gembongnya, pemerintah pusat melalui pasukan-pasukan tempurnya --termasuk Mobrig-- menggelar Operasi Tegas, Operasi Saptamarga dan Operasi 17 Agustus. Dalam operasi-operasi militer itu batalyon mobrig bersama pasukan-pasukan TNI berhasil membasmi pemberontakan PRRI di Sumatera Utara, Sumatera Barat, Sumatera Timur, Riau dan Bengkulu.

Dalam Operasi Mena pada 11 Maret 1958 beberapa kompi tempur mobrig melakukan serangan ke kubu-kubu pertahanan Persemesta di Sulawesi Tengah dan Maluku. Kemudian pada 14 November 1961 bersamaan dengan diterimanya Pataka Nugraha Sukanti Yana Utama, satuan mobrig berubah menjadi Korps Brigade Mobil (korps brimob).

Ketika perebutan kembali Irian Barat dari tangan Belanda sekitar tahun 1962, di bawah Komando Mandala dengan Panglima Brigjen TNI Soeharto (sekarang Presiden RI) digelar Operasi Trikora di mana beberapa batalyon brimob yang tergabung dalam Resimen Pelopor (menpor) membentuk Resimen Team Pertempuran (RTP) dan salah seorang pimpinan Komandonya Ajun Komisaris Polisi Anton Sujarwo (Jenderal Polisi Alm/mantan kapolri 1982-1986).

Dan ketika Operasi Dwikora yaitu konfrontasi dengan Malaysia pada Oktober 1964, brimob membentuk Satgas Tempur dalam Brigade V/Mandau pimpinan Ajun Komisaris Besar Polisi Daryono Wasito dan tergabung dalam Komando Tempur IV/Siaga. Kemudian saat peristiwa G 30 S/PKI 1965, brimob juga berperan memadamkan pemberontakan itu. Demikian pula manakala ABRI menggelar Operasi Seroja di Timor Timur, kompi-kompi tempur brimob silih berganti memperkuat pasukan TNI dalam penumpasan Fretilin.


berbagai sumber

1 komentar:

  1. setahu saya tunggul diberikan untuk satuan stingkat batalyon ato detasemen, bukan setingkat subden ato kompi..terima kasih

    BalasHapus